Perkawinan dinyatakan oleh TUHAN sendiri:
"TUHAN Allah berfirman: 'Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.'" Genesis 2:18
"Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu." Genesis 2:21-22
"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. " Genesis 2:24
Perkawinan adalah sakramen yang menyatukan pria dan wanita Kristen sebagai suami dan istri. Suatu kontrak seumur hidup yang sakral, dimana dua manusia yang sudah dibaptis, laki-laki dan perempuan, mengambil keputusan untuk hidup bersama-sama dalam suka maupun duka sampai maut memisahkan mereka.
"Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." St. Matthew 19:5-6
Sakramen Perkawinan mengalahkan hak orang tua, dengan menghasilkan supernatural seperti ke enam sakramen yang lain: menaikkan kasih dan memberikan hak untuk kasih yang nyata selama perkawinan.Karena Allah telah mempersatukan, Kasih Allah menyatu dalam mereka dan meningkatkan arti hidup. Dengan sakramen ini, cinta alami dinaikkan dan diletakkan di Altar Allah
Seorang suami diwajibkan untuk memberi nafkah kepada istri dan berbagi harta kekayaannya dengannya, demikian juga sebaliknya untuk pihak istri. Seorang istri harus mengakui suaminya sebagai kepala rumah tangga, Kitab Suci menyatakan::
"Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya." Efesus 5:22-25
"Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.." Kolose 3:19
Gereja Katolik tidak memperkenankan adanya perceraian. Gereja kadang-kadang mengijinkan perpisahan dari suami dan istri karena hal-hal tertentu seperti penyiksaan atau perzinahan tetapi, bukan perceraian, karena ini selain bertentangan dengan Hukum Kanon, juga bertentangan dengan ajaran dasar dari Kristus
"Jika suami atau istri bersalah melakukan perzinahan, Gereja mengijinkan pasangan yang tak bersalah untuk berpisah dengan pasangannya." CANON 1130
Gereja hanya mengijinkan perpisahan (dalam kasus ekstrim) bukan perceraian.
"Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia." Roma 7:2
"Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah orang yang percaya." 1 Korintus 7:39
Karena apa yang sudah dipersatukan TUHAN, tak ada orang yang bisa memisahkannya, dengan alasan apapun, karena di mata TUHAN, keduanya tetap merupakan satu tubuh, walaupun mereka sudah berpisah atau bercerai.
Perkawinan dinyatakan oleh TUHAN dan dinaikkan dalam kuasa Sakramen oleh Kristus, Anak Allah. Gereja tidak bisa membatalkan perkawinan, suatu sakramen yang dinyatakan oleh Yesus (St. Matthew19:6...'let no man put asunder'). Referensi lain untuk mendukung ajaran Gereja Katolik tentang perceraian adalah :
"Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.." Markus 10:11-12
"Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah." Lukas 16:18 "Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah." Matius 19:9
Beberapa Gereja Protestan dan sekte-sekte tertentu beralasan bahwa kata di atas, menyatakan bahwa pernikahan dapat dipisahkan hanya setelah perzinahan dan tetap memberikan kemungkinan untuk menikah kembali. Hukum Gereja memberikan ijin untuk berpisah, tetapi karena fakta bahwa mereka tetap satu daging menurut Hukum, menikah kembali tetap tak dapat diijinkan.
Sakramen pernikahan mempunyai beberapa implikasi spiritual karena merupakan suatu misteri besar dan rahmat kasih dan Cinta dengan saksi Allah.
Cinta kasih antara suami istri dipandang oleh rasul Paulus sebagai lambang persatuan Kristus dengan Gereja. Seperti Kristus mencintai Gereja, sampai rela mengorbankan hidupNya demi keselamatan Gereja, demikian pula suami dan istri harus saling mencintai dan rela mengorbankan segala-galanya (Ef 5:21-33)
Setiap manusia ingin berumah tangga, karena manusia diciptakan sedemikian rupa, hingga ia merasa dirinya kurang lengkap kalau tidak didampingi oleh lawan jenisnya. Biarpun manusia dikelilingi oleh berbagai jenis binatang, "tetapi baginya sendiri ia tidak mempunyai penolong yang sepadan dengan dia"(Kej2:20). Baru setelah ada wanita, manusia pertama berkata : "Inilah dia, tulang dari tulangku dan dagin dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki" (Kej2:23). "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kej 2:24). Karena Allah menciptakan manusia dengan daya tarik kepada lawan jenisnya, maka dapat dikatakan bahwa perkawinan dikehendaki oleh Allah, dan karena itu sesuatu yang baik.
Setiap manusia ingin berumah tangga, karena manusia diciptakan sedemikian rupa, hingga ia merasa dirinya kurang lengkap kalau tidak didampingi oleh lawan jenisnya. Biarpun manusia dikelilingi oleh berbagai jenis binatang, "tetapi baginya sendiri ia tidak mempunyai penolong yang sepadan dengan dia"(Kej2:20). Baru setelah ada wanita, manusia pertama berkata : "Inilah dia, tulang dari tulangku dan dagin dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki" (Kej2:23). "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kej 2:24). Karena Allah menciptakan manusia dengan daya tarik kepada lawan jenisnya, maka dapat dikatakan bahwa perkawinan dikehendaki oleh Allah, dan karena itu sesuatu yang baik.
Perkawinan sebagai sakramen:
Jodoh memang di tangan Tuhan, tetapi itu tidak berarti bahwa manusia tidak boleh berinisiatif untuk mencari teman hidup. Manusia harus berusaha mencari penolong yang sepadan dengan dia. Tetapi serentak juga, pendamping itu boleh dianggap sebagai anugerah, pemberian Tuhan. Karena teman hidup adalah anugerah dari Allah, manusia berkewajiban menghargai dan menghormati pemberian itu. Allah mencintai manusia melalui suami atau istrinya.
"Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan dirinya baginya. (Ef 5:25). Kita tahu bahwa Kristus mengorbankan diri demi penyelamatan Gereja, maka suami dan istri diminta berkorban demi kebahagiaan pasangannya.
Definisi perkawinan:
Perkawinan dapat dirumuskan sebagai :"Ikatan cintakasih yang resmi dan tetap antara seorang pria dan wanita yang saling menyerahkan diri guna membangun suatu keluarga".
Ikatan cinta kasih berarti bahwa perkawinan tidak dapat dipaksakan, cintakasih akan mengutamakan kepentingan pasangan dan tidak disamakan dengan pemuasan hawa nafsu, sebagai lambang ikatan, suami istri sering mengenakan cincin lambang mata rantai yang melambangkan orang sudah tidak bebas lagi.
Resmi: Cinta kasih antara dua orang dinyatakan secara resmi kepada khalayak ramai. Itu biasanya terjadi melalui pesta pernikahan. Orang yang sudah Katolik pada saat menikah harus menikah secara gerejani. Selama ia tidak menikah secara gerejani, perkawinannya dianggap tidak sah, dan ia tidak diperbolehkan menerima komuni dan sakramen lain seandainya sudah hidup sebagai suami-istri. Jadi dengan kata lain, orang yang saling mencintai, tetapi hubungan mereka belum dinyatakan secara resmi, tidak diperkenankan hidup sebagai suami istri.
Tetap: Perkawinan bukan suatu eksperimen. Orang mengikat diri seumur hidup. Yesus berkata : "apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:6). Persatuan tetap itu perlu untuk menjamin perkembangan yang sehat dari anak-anak. Dalam dongeng, ayah atau ibu tiri menjadi sumber penderitaan untuk anak-anak. Jika hidup berumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi, suami istri dapat hidup berpisah, namun mereka tetap terikat dan tidak bebas untuk menikah lagi.
Antara seorang pria dan seorang wanita:Menurut agama Katolik perawinan bersifat monogami. Suami hanya boleh beristeri satu. Alasannya: Dihadapan Allah pria dan wanita sama derajatnya dan cinta sempurna hanya mungkin terjadi antara dua orang.
Saling menyerahkan diri: Suami istri tidak hanya saling menyerahkan badannya saja, tetapi seluruh pribadinya dengan segala cita-cita, perasaan dan harapan. Karena itu antara mereka berdua ada sikap keterbukaan dan tidak ada tempat untuk merahasiakan sesuatu antara mereka.
Guna membangun suatu keluarga: Cinta kasih suami istri akan nyata dalam bentuk yang nyata, yaitu anak-anak.
Jodoh memang di tangan Tuhan, tetapi itu tidak berarti bahwa manusia tidak boleh berinisiatif untuk mencari teman hidup. Manusia harus berusaha mencari penolong yang sepadan dengan dia. Tetapi serentak juga, pendamping itu boleh dianggap sebagai anugerah, pemberian Tuhan. Karena teman hidup adalah anugerah dari Allah, manusia berkewajiban menghargai dan menghormati pemberian itu. Allah mencintai manusia melalui suami atau istrinya.
"Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan dirinya baginya. (Ef 5:25). Kita tahu bahwa Kristus mengorbankan diri demi penyelamatan Gereja, maka suami dan istri diminta berkorban demi kebahagiaan pasangannya.
Definisi perkawinan:
Perkawinan dapat dirumuskan sebagai :"Ikatan cintakasih yang resmi dan tetap antara seorang pria dan wanita yang saling menyerahkan diri guna membangun suatu keluarga".
Ikatan cinta kasih berarti bahwa perkawinan tidak dapat dipaksakan, cintakasih akan mengutamakan kepentingan pasangan dan tidak disamakan dengan pemuasan hawa nafsu, sebagai lambang ikatan, suami istri sering mengenakan cincin lambang mata rantai yang melambangkan orang sudah tidak bebas lagi.
Resmi: Cinta kasih antara dua orang dinyatakan secara resmi kepada khalayak ramai. Itu biasanya terjadi melalui pesta pernikahan. Orang yang sudah Katolik pada saat menikah harus menikah secara gerejani. Selama ia tidak menikah secara gerejani, perkawinannya dianggap tidak sah, dan ia tidak diperbolehkan menerima komuni dan sakramen lain seandainya sudah hidup sebagai suami-istri. Jadi dengan kata lain, orang yang saling mencintai, tetapi hubungan mereka belum dinyatakan secara resmi, tidak diperkenankan hidup sebagai suami istri.
Tetap: Perkawinan bukan suatu eksperimen. Orang mengikat diri seumur hidup. Yesus berkata : "apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:6). Persatuan tetap itu perlu untuk menjamin perkembangan yang sehat dari anak-anak. Dalam dongeng, ayah atau ibu tiri menjadi sumber penderitaan untuk anak-anak. Jika hidup berumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi, suami istri dapat hidup berpisah, namun mereka tetap terikat dan tidak bebas untuk menikah lagi.
Antara seorang pria dan seorang wanita:Menurut agama Katolik perawinan bersifat monogami. Suami hanya boleh beristeri satu. Alasannya: Dihadapan Allah pria dan wanita sama derajatnya dan cinta sempurna hanya mungkin terjadi antara dua orang.
Saling menyerahkan diri: Suami istri tidak hanya saling menyerahkan badannya saja, tetapi seluruh pribadinya dengan segala cita-cita, perasaan dan harapan. Karena itu antara mereka berdua ada sikap keterbukaan dan tidak ada tempat untuk merahasiakan sesuatu antara mereka.
Guna membangun suatu keluarga: Cinta kasih suami istri akan nyata dalam bentuk yang nyata, yaitu anak-anak.
Karena tuntutan-tuntutan Gereja terhadap perkawinan itu cukup tegas, mutlak perlu bahwa orang yang ingin menikah mempersiapkan diri dengan baik. Karena itu masa perkenalan tidak boleh terlalu singkat. Dalam masa perkenalan itu akan nyata apakah pacar cocok untuk dijadikan teman seumur hidup. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan : Agama, umur, pendidikan ,status sosial dan suku. Kursus persiapan perkawinan merupakan kewajiban untuk calon pengantin, biasanya kursus diadakan tiap bulan, jadwalnya bisa di tanyakan ke paroki masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar